Nasional, Jakarta - Kepolisian RI berencana mengembangkan keorganisasian Sub Direktorat Cyber Crime menjadi level Direktorat di tingkat Markas Besar Polri. Alasannya, jumlah penyidik cyber crime selama ini terbatas untuk menangangi kasus-kasus kejahatan digital, terutama penyebaran berita bohong atau hoax di media sosial.

"Targetnya tahun depan sudah terbentuk, supaya lebih efektif menangani kasus cyber crime," kata Kepala Bagian Penerangan Umum Polri Komisaris Besar Martinus Sitompul di kantornya, Jumat 30 Desember 2016.

Dia menjelaskan, penambahan penyidik Cyber Crime setidaknya tiga kali lipat dari jumlah saat ini yang hanya 50-70 orang. Polri, Martinus melanjutkan, berharap penanganan kejahatan digital dapat dituntaskan dengan cepat dan menyeluruh. "Tugasnya berat. Untuk menyelidiki satu akun saja, tidak bisa sehari-dua hari," ujar Martinus. "Kami juga perlu mengundang ahli bahasa dan pidana."

Baca juga:
Ria Irawan Bagi Pengalamannya Soal Kanker ke Julia Perez
Pilot Diduga Mabuk, CEO Citilink Albert Burhan Mundur

Sejauh ini, pergerakan para penyebar kabar bohong atau hoax di media sosial telah dipantau tim cyber crime yang bekerja sama dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika. Sebagian di antaranya telah diblokir, beberapa lainnya masih dibiarkan berkicau. Menurut Martinus, kemudahan masyarakat membuat akun baru yang serupa atau meretas kembali menjadi kendala tersendiri. “Diblokir satu, muncul yang lain-lain lebih banyak,” ujarnya.

Polisi, kata Martinus, telah menyatakan pihaknya telah menyiapkan jerat hukum bagi para penyebar hoax. Mereka dipastikan bakal dijerat dengan Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik dengan ancaman hukuman empat tahun penjara. Penyebar berita bohong juga diancam pasal berlapis jika berisi tentang isu tertentu. Misalnya berkaitan dengan SARA (Suku, Agama, Ras, dan Adat istiadat), terorisme, penipuan, fitnah, dan sebagainya.

“Makanya sekali lagi, kita harus bijak menggunakan media sosial. Think before click,” kata Martinus.

DEWI SUCI RAHAYU